Minggu, 02 Mei 2010

Tulisan Portofolio Bahasa Indonesia 2

HATI-HATI MEMILIH OBAT

Jangan hanya menyalahkan dokter jika kita harus membeli obat yang mahal atau jika ternyata obat itu tidak cocok dengan kita. Pemahaman konsumen yang masih rendah tentang obat-obatan juga bisa menjadi salah satu biang keladinya. Celakanya, banyak pula konsumen yang awam tentang obat, tetapi mencoba mencari dan menentukan sendiri jenis obat untuk memberantas penyakit yang dideritanya.
Bahkan, obat-obatan yang dijual bebas, kalau tidak hati-hati memilih dan mengkonsumsi bisa berakibat fatal. Misalnya, seorang yang mengidap asma terserang batuk, lantas meminum obat batuk tertentu, padahal obat yang diminumnya ternyata tidak cocok bahi penderita asma. Alih-alih batuknya sembuh, malah asmanya kumat.
Lantas bagaimana harus memilih obat yang baik? Pertama, tentukan dahulu apakah memang itu obat untuk penyakit yang Anda derita. Lantas perhatikan dosisnya. Jangan sekali-kali memakan obat melebihi dosis. Berikutnya, baca pula kontraindikasi obat bersangkutan yang biasanya dicantumkan dalam kemasan obat. Dengan demikian kita bisa mengetahui cocok atau tidaknya obat itu untuk kondisi kesehatan kita. Hanya, tak jarang dipakai istilah-istilah farmasi yang tidak dipahami oleh orang awam. Seperti produk pabrikasi lain, obat juga punya masa kadaluwarsa. Perhatikan tanggal kadaluwarsanya dan lebih aman lagi jika tanggal kadaluwarsanya masih lama. Jadi obat itu masih bisa disimpan lama.
Patut dicermati pula, apakah obat yang kita beli itu sudah rusak, atau belum. Ciri-ciri obat yang rusak antara lain ada bau khas karena penguraian oleh panas, terjadi kontaminasi yang biasanya ditunjukkan dengan perubahan warna. Obat yang rusak, secara fisik sudah meleleh atau, jika dalam bentuk serbuk, sudah menjadi cair. Untuk mencegah kerusakan obat, simpanlah di tempat yang sesuai dengan petunjuk di kemasan.
Obat yang baik belum tentu mahal harganya atau obat mahal belum tentu berkhasiat tinggi. Ada yang disebut obat generik. Umumnya berbentuk puyer atau serbuk. Harganya jauh lebih murah dibandingkan obat bermerek. Namun, khasiatnya sama. Sebab, sebenarnya bahan baku, isi, dan prosesnya sama. Jadi, sebenarnya sama saja. Bedanya, yang satu bermerek dan lainnya tidak. Oleh karena itu, guna menekan biaya pengobatan, sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi obat generik.
Selain obat, ada pula jamu. Sebenarnya jamu ini sama saja fungsinya dengan obat. Bedanya, obat diproduksi dari bahan-bahan kimiawi sementara jamu memakai bahan-bahan alami. Banyak rempah-rempah atau tumbuhan yang mempunyai kandungan obat yang memiliki unsur penyembuh. Inilah yang kemudian diekstrasikan dalam bentuk serbuk. Ada pula yang dibuat dalam bentuk pil dan kapsul. Sekarang, sudah banyak pabrik jamu dengan aneka macam produk untuk mengatasi macam-macam keluhan kesehatan. Dan, yang terpenting, harga jamu jauh lebih murah dibandingkan harga obat.
Jadi, sebenarnya tersedia aneka macam pilihan pengobatan di sekeliling kita. Yang perlu dilakukan, hanya membuka mata dan pikiran untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tentunya yang cocok buat diri kita sendiri. Boleh obat bermerek, boleh obat generik, dan boleh pula jamu.


Annisa Putri R.
10107214
3 KA 12

Tulisan Portofolio Bahasa Indonesia 2

RIWAYAT HIDUP CHAIRIL ANWAR

Ayah Chairil Anwar bernama Tulus, dan ibunya Saleha. Mereka berasal dari Payakumbuh, Sumatra Barat. Dalam perantauan di Medan, Sumatra Utara, lahirlah Chairil Anwar, 22 Juli 1922. Anak bungsu ini hanya mempunyai seorang kakak. Ayah Chairil pegawai di kantor Belanda dengan kedudukan dan gaji yang cukup baik, di Medan.
Sejak kecil Chairil Anwar sudah menunjukkan otak yang cerdas. Dia pandai dalam banyak pelajaran di kelas sehingga guru-gurunya di HIS di Medan sayang padanya. Padanan HIS masa kini adalah SD. Karena bahasa pengantar di HIS adalah bahasa Belanda, Chairil menguasai bahasa Belanda sejak kecil, baik secara lisan maupun tertulis.
Dia melanjutkan pelajaran ke SMP (MULO). Di sekolah ini ia hanya duduk di Kelas Pendahuluan (voorklas) dan Kelas I, kemudian Kelas II di Jakarta. Chairil pindah ke Jakarta tahun 1941, atau saat berumur 19 tahun. Dia tidak tamat MULO karena kesulitan ekonomi. Ketika itu tentara Jepang menduduki Indonesia, yaitu tahun 1942.
Sejak kecil Chairil Anwar suka membaca buku. Ketika masih di SD, dia sudah membaca buku-buku sastra yang dibaca siswa SMA, bahkan orang dewasa. Penguasaan bahasa asingnya, di samping bahasa Belanda, bertambah lagi dengan bahasa Inggris dan Jerman.
Dengan tiga bahasa asing ini jendela sastra dunia terbuka lebar bagi Chairil. Dia lahap semua buku yang bisa lewat tangannya, apakah itu pinjaman lewat teman, kenalan, atau perpustakaan, juga “pinjaman permanen” dari toko buku. Banyak beredar anekdot mengenai cara-cara penyair itu mengambil alih buku sastra dari toko secara tidak diketahui penjaga toko.
Puisi-puisi yang dibacanya itu diserapnya dalam ingatan, dan dalam waktu singkat hafal olehnya. Dia gemar baca puisi luar kepala di depan sahabat-sahabatnya, yang terheran-heran mendengarkannya. Sebagai penyair yang cerdas, Chairil memiliki kepribadian dengan individualisme yang kuat. Pendiriannya tegar. Cara berpakaiannya rapi dan necis walaupun di zaman pendudukan Jepang itu kehidupan ekonominya payah. Jadi, Chairil bukan tipe seniman berpakaian kumal seenaknya, seperti banyak diduga orang.
Dalam lingkaran pergaulan seniman dan budayawan Jakarta, Chairil Anwar mulai dikenal ketika berumur 21 tahun, pada tahun 1943. Dia sering datang ke kantor redaksi Majalah Panji Pustaka mengantarkan puisi-puisinya. Chairil juga bergaul dengan seniman-budayawan yang lebih senior di Kantor Pusat Kebudayaan yang dibentuk tentara pendudukan Jepang yang bernama Keimin Bunka Shidoso.
Tiga bulan lamanya Chairil Anwar menjadi redaktur Majalah Gema Suasana (Januari-Maret 1948), ketika itu dia berumur 26 tahun. Dia tidak betah di sana dan keluar. Kemudian Chairil pindah kerja di mingguan berita Siasat, jadi anggota redaksi ruang kebudayaan Gelanggang bersama Ida Nasution, Asrul Sani, dan Rivai Apin.
Chairil Anwar beristrikan Hapsah, putri dari Hajah Wiredja, 6 September 1946 di Karawang, Jawa Barat. Dari perkawinan itu, lahirlah seorang putri, Evawani Alissa, 17 Juni 1947. Evawani alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan kini menjadi notaris di Jakarta.
Chairil tidak cermat menjaga kesehatannya. Gaya hidupnya tidak terdukung oleh kondisi fisiknya. Dalam keadaan demikian, dia masih menulis dari tangannya lahirlah puisi-puisi besar yang memperkaya khasanah sastra modern Indonesia.
Akhirnya, batas terlampaui juga. Chairil menghembuskan napas terakhir, 28 April 1949, di Rumah Sakit CB2 (kini RS Cipto Mangunkusumo). Dia berumur 26 tahun 9 bulan, masih begitu muda, sseperti yang pernah diperkirakan dalam salah satu puisinya. Dia dimakamkan di Pekuburan Karet, Jakarta, 30 April 1949.
Kumpulan puisinya baru terbit setelah ia meninggal, yaitu Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan yang Terempas dan yang Putus (1949), Tiga Menguak Takdir bersama Asrul Sani, Rivai Apin (1950).

Annisa Putri R.
10107214
3 KA 12
Powered By Blogger