Kamis, 29 April 2010

Tulisan Portofolio Bahasa Indonesia 2

BUNGA PEMBAWA KEBERUNTUNGAN

Malam itu, Pak Nana merogoh dompetnya. Ia hanya menemukan sedikit uang dalam dompetnya tersebut. Baru saja, ia menerima telepon dari rumah sakit. Ia mendapat kabar, adik perempuannya mendapat kecelakaan. Lukanya tidak parah, tetapi dokter menyarankan agar ia menginap.
Setelah mengenakan jaket tebal penahan dingin, Pak Nana segera memanggil taksi. Ia akan menengok adiknya. Sekali lagi dihitungnya uang yang ada di dompet. Setelah dipotong biaya taksi, hanya ada sisa sedikit. Pak Nana memutuskan sisa dari uangnya itu akan dibelikan bunga.
Sesampainya di rumah sakit, Pak Nana langsung menemui perawat yang bertugas.
“Adik Tuan baru saja pulang. Ia tidak mau menginap di rumah sakit. Dokter terpaksa mengizinkannya,” ujar perawat itu.
“Hm, dia memang keras kepala. Baiklah kalau begitu. Besok pagi saya akan menemuinya,” kata Pak Nana kecewa sambil memandang bunga yang terlanjur dibelinya.
Setibanya di rumah, udara terasa semakin dingin. Ketika Pak Nana hendak membuka pintu, terdengar suara kecil dari belakang.
“Tolong saya, Tuan. Saya tidak punya makanan untuk makan malam ini,” ujar suara itu memelas. Ternyata, pemilik suara itu adalah seoarang anak lelaki berusia sekitar 14 tahun. Bajunya kumal dengan wajah mengundang iba.
“Saya tidak punya makanan. Apalagi uang. Tapi, kalau kau mau bunga ini, ambillah,” ujar Pak Nana.
“Bunga tidak bisa dimakan, Tuan.”
“Jual saja! Kau pasti dapat uang.”
Sejenak anak itu ragu-ragu. Akan tetapi, akhirnya, bunga itu ia terima juga. Kemudian, ia segera pergi.
Sepuluh tahun kemudian, Pak Nana telah lupa pada peristiwa itu. Hingga pada suatu hari.
Sore itu, Pak Nana pulang kerja. Ketika di tepi jalan menuju rumahnya, ia dibuat heran. Tampak sebuah mobil bagus berwarna gelap diparkir di depan rumahnya.
“Siapa pemilik mobil itu?” tanya Pak Nana dalam hati. Seingatnya tak seorangpun temannya yang memiliki mobil seperti itu.
“Nana, kamu dicari sahabat lamamu,” seru istrinya ketika melihat Pak Nana datang.
Di ruang tamu, tampak seorang anak muda dengan pakaian jas penuh wibawa. Nana sama sekali tidak mengenalnya. Ia berusaha mengingat-ingat kawan lamanya dulu.
“Mungkin, Bapak sudah lupa kepada saya,” ujar pemuda itu sambil tersenyum. Pak Nana mengangguk.
“Tapi, semoga saja Bapak ingat dengan ini,” lanjut pemuda itu sambil memegang setangkai bunga segar.
“Saya juga belum ingat siapa Anda,” kata Pak Nana.
“Baiklah,” akhirnya pemuda itu menyerah. Memang pertemuan kita hanya sekejap dan itu sudah lama sekali. Dulu ketika kecil, saya adalah seorang gelandangan yang miskin. Suatu malam, saat perut saya kelaparan, Bapak memberi saya seikat bunga. Bapak menyarankan untuk menjual bunga itu. Tidak saya duga bunga itu laku. Sebagian uangnya saya gunakan untuk membeli satu apel untuk makan malam. Sisanya saya gunakan untuk modal. Begitulah. Mulai saat itu, saya jual-beli bunga kecil-kecilan. Ternyata usaha saya berkembang hingga bisa mendirikan kios kecil. Sekarang saya punya tanah sendiri, toko sendiri, dan beberapa usaha yang lain. Ini semua berkat jasa Bapak. Dengan seikat bunga keberuntungan dari Bapak itulah saya mulai semuanya,” ujar pemuda itu panjang lebar.
Pak Nana tersenyum mendengarnya. Ia telah ingat sekarang. Rupanya bunga pemberiannya dulu telah berhasil mengubah hidup seseorang. Ditepuknya pundak anak itu, sambil berkata serius,” Tanpa semangat dan kerja kerasmu, bunga itu tidak akan berarti apa-apa.”

Annisa Putri R.
10107214
3 KA 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Powered By Blogger