Sabtu, 20 Februari 2010

Tulisan Portofolio Bahasa Indonesia 2

CAPPUCCINO HANGAT

Vay rutin menjalani aktifitasnya sebagai seorang mahasiswi jurusan psikologi di Universitas Dambaan Hati, yang merupakan universitas ternama di kotanya. Kegiatannya selalu dipenuhi tugas dan tugas dari kampusnya. Mulai dari mengamati hingga menganalisa lingkungan sekitar beserta berbagai macam jenis perilaku masyarakatnya menjadi makanan sehari-hari bagi Vay. Kegemarannya terhadap cappuccino pun menjadi kandas ia lupakan karena si tugas kampus. Hingga suatu ketika Vay mulai merasa jenuh terhadap semua tugas kampusnya itu lalu memutuskan untuk rehat sejenak dan menghibur dirinya.
“Huhh, lama-lama aku jadi bosan!”
“Sepertinya santai sejenak bisa jadi obat mujarab juga”.
“Kira-kira apa ya yang bisa aku lakukan sambil bersantai?”
Vay mengerahkan seluruh pikirannya untuk berpikir hal-hal yang cocok untuk mengisi kegiatan bersantainya.
“Ahaa, aku dapat ide bagus!”
“Mengapa aku tidak mencoba lagi untuk melakukan kegemaranku bersantai bersama cappuccino ya?”
“Aku yakin pasti kafe favoritku juga kangen sama aku hahaaa”.
Memang kafe merupakan sudut favorit bagi Vay selain dari kamarnya. Kafe yang bernama Uno. Kafe yang letaknya tidak jauh dari keberadaan kampusnya. Vay paling sering menikmati secangkir cappuccino hangat dipandu dengan brownies cokelat.
“Wahh sensasi cappuccino hangat dari dulu memang tidak pernah berubah”.
“Cappuccino hangat bisa meneduhkan jiwaku”.
“Semua hal-hal yang memberatkan pikiran dapat hilang seketika”.
Cappuccino hangat masih menemani Vay. Tiba-tiba ada yang menarik perhatian dirinya. Dia pun terdiam sejenak. Mengamati terus menerus. Pandangan mengarah kepada sosok laki-laki tampan di seberang mejanya. Laki-laki yang serba sama dengan dirinya. Sama-sama santai seorang diri, sama-sama menikmati secangkir cappuccino hangat dan brownies cokelat pula!
“Lelaki yang tampan dan menarik hati!”
“Kebetulan sekali persamaan dia dan aku benar-benar serupa!”
“Kagum rasanya ada lelaki seperti itu!”
“Jarang sekali ada lelaki yang begitu tenangnya menikmati cappuccino hangat beserta brownies cokelat”.
“Mungkin akan jauh menjadi lebih menarik jika aku dapat duduk bersama dengannya”.
Khayalan-khayalan terus memenuhi ruang pikiran Vay. Dia ingin sekali rasanya menghampiri lelaki itu. Tapi sisi lain dari pikirannya pun muncul ke permukaan.
“Duhh apa jadinya ya kalau wanita lebih dahulu menghampiri seorang lelaki?”
“Rasanya memalukan sekali!”
“Kalau lelaki itu merespon aku dengan baik tapi kalau tidak bagaimana?”
“Aaarrrggghhh!”
Tak terasa hari menjelang petang. Vay pun menghilangkan khayalan-khayalannya itu dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
Esok hari, aktifitas kampus berjalan seperti biasanya lagi. Vay mulai merasa sedikit ringan menjalani dari sebelumnya karena dia telah menemukan jalan terbaik jika dia menemukan kejenuhan dalam aktifitas kampus. Jawaban satu-satunya memang hanya Kafe Uno, secangkir cappuccino dan kue brownies cokelat. Dia bahkan berhasil menambahkan satu hal lagi sebagai pelengkapnya yaitu lelaki tampan yang serupa persamaan dengannya!
Tugas-tugas kampus semakin bertambah padatnya. Kejenuhan pun semakin mendekati diri Vay. Akhirnya dia memutuskan setelah pulang kuliah akan rutin datang ke Kafe Uno. Tak berapa lama nampak sosok lelaki tampan yang telah berada lebih dulu di kafe itu. Seperti ketika pertama kali Vay melihatnya, lelaki tampan itu selalu bersama secangkir cappuccino hangat dan brownies cokelat.
Vay pun hanya bisa terus mengamati dan mengamati.
Hari demi hari berlalu, selalu saja hanya secangkir cappuccino hangat, brownies cokelat dan lelaki tampan yang didapati Vay tiap bersantai di Kafe Uno. Tak terasa sekarang hari kelima. Vay cukup merasa telah mengerti kepribadian lelaki tampan itu walaupun bermodal hanya dari pengamatannya dari hari ke hari. Vay pun tidak kuasa lagi untuk segera menghampiri keberadaan lelaki tersebut.
Langkah demi langkah yang hendak dia ambil pun terasa sulit karena hatinya gemetar.
Vay berusaha terus mendekat dan mendekat hingga akhirnya tiba di hadapan lelaki tampan itu.
“Permisi, boleh aku duduk disini?”
“Silahkan”.
Vay merasa senang karena ternyata dugaan kemungkinan buruk yang dia pikirkan sebelumnya tidak terjadi. Vay pum memulai pembicaraan.
“Perkenalkan nama saya Vay”.
Vay mengarahkan tangan ke hadapan lelaki itu. Tapi mata lelaki itu tidak mengarah ke wajahnya bahkan jabatan tangan dari tangan Vay pun tidak dibalas. Vay merasa ada keanehan dari lelaki itu tapi ia berusaha buang jauh-jauh pikiran buruknya itu.
Tak berapa lama datang sosok lelaki paruh baya berpakaian seragam supir menghampiri lelaki tampan yang dikagumi Vay.
“Den Ricky ayo kita pulang, ibu sudah menunggu di rumah”.
Lelaki paruh baya itu tampak memegang tangan Ricky untuk membantunya berdiri kemudian menuntunnya berjalan keluar dari kafe.
Vay pun tersentak.
“Astaga!”
“Aku tidak percaya semua ini!”
“Dia ternyata butaaa”.
“Ya Ricky yang ku kagumi buta!”
“Ya Tuhan apakah aku salah telah mengagumi lelaki seperti itu?”
“Mungkin bagi sebagian wanita lain akan menilai aku ini aneh atau apa. Hanya gara-gara dalam waktu singkat memperhatikan sosok lelaki dari hari ke hari lalu bisa mengagumi kepribadiannya hanya karena bercermin dari kegemaran yang sama denganku terhadap cappuccino hangat dan brownies cokelat”.
“Semua ini gara-gara cappuccino hangat!”
“Cappuccino kau membuatku jadi terlihat seperti wanita aneh!”
“Aaarrrggghhh!”
“Jujur tapi tak bisa dipungkiri juga bahwa dari cappuccino hangat bisa membawaku kepada sebuah pembelajaran baru dalam hidup ini”.
“Ricky itu memang tidak sempurna karena buta, tapi kehangatan hatinya sehangat cappuccino hangat yang mampu meneduhkan jiwaku”.

Annisa Putri R.
10107214
3 KA 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Powered By Blogger